LOWONGAN KERJA itu semakin dicari semakin sulit ditemukan bahkan tidak ada. Lhaa iyaa.. kalau semua orang mencari kerja, lalu siapa yang membuka lapangan kerja?? ๐
Ada ilustrasi LOGIS tentang ini, silahkan Anda simak.
Selepas lulus kuliah, Ali rajin mencari info lowongan kerja yang sesuai dengan potensi akademik yang dimilikinya. Tapi sementara menunggu panggilan test dan interview, Ali tidak merasa malu buat mangkal ngojeg di kampungnya, sambil jualan gorengan di pangkalan ojeg tersebut. Motornya dapet pinjem, dan gorengan itu juga bukan Ali yang ngemodal, melainkan tetangganya.
Pola hidup Ali, setiap pagi setelah solat subuh mempersiapkan berkas lamaran utk dimasukkan ke perusahaan dan instansi yg membuka lowongan. Jam 7 pagi Ali sudah beredar entah ke kantor pos atau membawa lamaran langsung ke tujuan. Dan selepas duhur Ali ngojeg sambil jualan gorengan hingga sore hari.
Sistem perojegan sudah diatur diantara sesama tukang ojeg. Para pengojeg harus antri bergiliran. Dalam 1 hari masing2 rata-rata kebagian 5-7 kali putaran. Tukang ojeg yg lain dalam menunggu giliran biasanya bermain kartu atau ngisi TTS. Sedangkan Ali? meski blm mendapat giliran tetep aja udh dapet duit dr jualan gorengan.
Penghasilan dari ojegnya ada yang disisihkan utk menambah varian gorengan dan menambah kategori minuman seperti kopi dan minuman dingin. Dan bahkan ada satu varian gorengan baru yg ternyata sangat laris, yaitu pisang coklat. Bukan cuma para tukang ojeg yg membeli, tapi orang-orang yang lewat juga.
Udah lewat 3 bulan, belum juga ada kabar panggilan test seleksi kerja. Ali tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Jualan gorengan yg dijalankan semakin memiliki banyak pelanggan. Sampai-sampai Ali meminta tetangganya yang kebetulan baru lulus SMA dan lagi nganggur untuk membantu dirinya Jualan dengan sistem bagi hasil.
Saat itu dalam sehari Ali sudah bisa menjual 110-130 gorengan. Belum lagi jika dirinya mendapatkan pesanan untuk kantor-kantor desa, atau pesanan salah satu warga yang akan menyelenggarakan acara syukuran dll. Ali pernah berhasil sampai menjual 900 gorengan dalam sehari. Kini aktivitas ngojegnya menjadi terganggu. Karena ketika ada banyak pesanan, Ali terkadang harus menggoreng seharian. Sehingga jatah ngojegnya diberikan kepada orang lain secara bergantian.
Bulan demi bulan telah berlalu, akhirnya pada bulan ke 6 ada panggilan test dari kantor notaris. Ali tersenyum lebar meskipun belum tentu diterima, dia Ali tetep bahagia krn penantian panjangnya telah terjawab. Ali berhasil melewati serangkaian prosedur test kerja, hingga membawa dirinya utk interview langsung dgn HRD dan perwakilan direksi.
Ali terkejut ketika dirinya ditawarkan gaji dalam sebulan sebesar 4 juta rupiah. Dia memberanikan dirinya untuk melakukan nego agar gaji untuknya lebih tinggi lagi, tapi ditolak mentah-mentah. Bahkan jawaban yang diterima oleh Ali sangat tidak mengenakkan. “Kalau mau silahkan, kalau enggak pun gak masalah. Masih banyak kok yang butuh pekerjaan”, begitu kata mereka.
Dengan tegas akhirnya Ali menolak pekerjaan itu. Yaaahhh wajar saja sih menolak, usaha gorengan Ali saja yang saat ini sudah memiliki 4 gerobak dan 7 orang karyawan, dalam sebulan bisa menghasilkan keuntungan bersih rata-rata 8 juta rupiah. Akhrinya Ali memilih bertobat mengejar lowongan kerja, dan memilih untuk mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan koneksi teman-teman saat kuliahnya dulu.
Proses yang dijalani Ali bukan hanya berharap peluang dari panggilan test kerja. Ali memaksimalkan waktu yang dimilikinya agar tidak terbuang percuma untuk menjalankan peluang yang ada lalu menciptakan peluang yang lebih besar lagi.
Saudaraku, menjadi karyawan sama sekali tidak salah, yang salah itu MEMBUANG WAKTU. Ketika kita hanya berpikir bahwa satu-satunya sumber rejeki adalah dari status kita sebagai pekerja. Jika yg kita lakukan HANYA berburu lowongan, sesungguhnya ada waktu yang seharusnya kita gunakan utk BEKERJA dan BERTUMBUH tapi terbuang percuma.