Seorang buruh panen di Thailand, dengan tekad dan kerja keras berhasil menyekolahkan anaknya hingga sarjana.
Padahal kehidupan seorang ayah tua tersebut sangatlah jauh dari kata nyaman. Di usianya yg ke 74 tahun, sang Ayah telah menyaksikan keberhasilannya anaknya di bangku kuliah.
Kehidupannya sangat memperihatinkan. Hidup seorang diri setelah pada usia ke 58 tahun istrinya meninggal karena penyakit gizi buruk. Sedangkan anaknya yang semata wayang, Hieu Lam harus merantau keluar kota demi menuntut ilmu.
Penghasilannya dari hasil panen diberi upah hanya 18 bath, atau sekitar Rp 2.590 rupiah. Dengan penghasilan segitu, sangat tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari. Untuk makan saja, sang Ayah hanya mengandalkan pemberian hasil panen yang diterimanya seminggu sekali.
Saat wisuda pun, sang Ayah tidak bisa menghadiri acara wisuda putra kesayangannya karena tidak ada ongkos untuk keluar kota. Hieu Lam pun harus rela melewatkan moment membahagiakan itu tanpa kehadiran seorang Ayah. Setelah acara wisuda usai, Hieu Lam segera menuju kampung halaman untuk berjumpa dengan sang Ayah.
Begitu sampai di pintu depan, Hieu Lam langsung bergegas menuju ruang tengah yang juga sebagai dapur. Betapa terkejutnya dia menemui Ayahnya sedang terbaring lemah dengan sorot mata yang nampak begitu sayu.
Nampak sang Ayah terbaring lemah, disekitar tempatnya terbaring ada gelas kosong dan sisa sepiring nasi yang tampak sudah mengering. Namun.. meski dalam kondisi sakit sang Ayah tetap berusaha untuk menyembunyikan rasa sakitnya dari Hieu Lam. Senyumnya tetap terpampang diwajahnya meski sesekali harus menahan batuk.
Disamping tempat tidur, Hieu Lam menceritakan keberhasilan studinya yang sukses dengan nilai cumlaude dan menjadi salah satu lulusan terbaik tahun ini. Dengan bangga, dia memakai kembali toga yang dikenakannya pada saat acara wisuda.Kemudian membimbing sang Ayah beranjak dari tempatnya berbaring untuk berfoto.
Pada awalnya sang Ayah enggan diajak foto,
“Kamu saja foto sendiri Nak, Ayah takut nanti membuat kamu malu dengan keadaan ayah yang seperti ini. Kamu sekarang sudah menjadi orang hebat”
Lalu kemudian sang Anak berkata,
“Tidak Ayah, Aku sama sekali tidak merasa malu. Bahkan aku sangat bangga punya orang tua sehebat Ayah yang mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana”
Akhirnya sang Ayah menepuk-nepuk bajunya yang berdebu, membersihkan lengannya yang lekat dengan tanah kering untuk berfoto dengan menggunakan kamera ponsel Hieu Lam.
Keesokan harinya, sakit sang Ayah semakin parah. Hieu Lam yang mengetahui kondisi Ayahnya yang semakin memburuk, segera menggendongnya untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Menurut dokter, Ayah Lam terjangkit Legiun stadium empat yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Penyakit ini mirip dengan penyakit mematikan Pneumonia. Tak sempat lama dirawat, malam harinya sang Ayah menghembuskan nafas terakhir dihadapan Hieu Lam.
Demikian kisah perjuangan seorang ayah di Thailand yang semoga dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi pembaca untuk memuliakan seorang Ayah.
Setiap orang tua akan selalu rela MENUNDA kesenangan diri sendiri dami menyenangkan anaknya. Sudah sepatutnya sekarang kita yang menyenangkan atau membahagiakan mereka tanpa harus MENUNDA. Atau jika ternyata masih TERTUNDA, setidaknya kita tidak membuat mereka sedih dan kecewa. Apalagi menyakiti hatinya.
Berbahagialah bagi seorang anak yang kedua orangtuanya masih ada di dunia ini.
Ini ada video yang mengharukan tentang Ayah kita..