Cintai Produk Dalam Negeri |
Menjamurnya online shop di Indonesia saat ini ditunjang oleh semakin mudahnya akses internet yang terjangkau oleh masyarakat luas. Bermunculan juga para pebisnis online yang menjual produknya melalui internet. Kebanyakan dari mereka menggunakan media sosial sebagai tempat melakukan promosi dan berkontak langsung dengan calon buyer. Produk yang dijualnya pun bermacam-macam, mulai dari makaan ringan, elektronik, obat herbal, kosmetik, fashion, sepatu, hingga aksesoris-aksesoris yang berukuran kecil sekalipun ada yang menjualnya secara online.
Disatu sisi ini adalah peluang yang sangat bagus bagi produk lokal (daerah) dalam memasarkan produknya keluar daerah bahkan luar pulau. Karena kita tahu bahwa Indonesia ini adalah negara kepulauan yang antar pulau dipisahkan oleh selat dan samudra. Sehingga bagi masyarakat yang ada di pulau Kalimantan sangat sulit rasanya jika harus datang ke Bandung hanya untuk membeli sepasang sepatu. Dengan adanya sarana jual-beli online maka hal seperti itu bisa diatasi dengan menggunakan jasa kurir sebagai pihak pengirim barang.
Namun di sisi lain, apa jadinya jika yang dijual atau yang dibeli adalah produk KW (aspal), terlepas dari apakah itu KW super, KW semi super, KW ori, KW 1, KW 2 dan lain-lain. Ini adalah penyakit yang membuat bangsa Indonesia akan terus menjadi pesakit. Rusaknya kredibilitas negeri ini bukan saja ulah oknum birokrat yang korup. Bahkan kalangan masyarakat menengah kebawah pun secara tidak sadar ikut andil telah menghancurkan kredibilitas bangsa sendiri, Mengerikan.
Setidaknya ada beberapa merk luar negeri yang sebenarnya pembuatannya diproduksi oleh pengrajin kita sendiri dengan standar kualitas yang sudah ditentukan oleh pemilik brand luar tersebut (lisensi). Nah pertanyaannya, kalo dari segi pemenuhan kebutuhan produksi dalam negeri sudah bisa mencapai standar kualitas import. Kenapa kita gak bikin saja brand sendiri? jangan membeli lisensinya.
Dari sudut pandang pebisnis, mungkin tujuan membeli lisensi tersebut adalah sebagai cara agar lebih mudah meraih pangsa pasar dengan brand yang sudah terkenal. Selain itu, dari sudut pembeli, memang dirasakan membeli produk label import itu terasa lebih bergengsi dan memuaskan. Padahal sesungguhnya perilaku seperti ini sangat merugikan citra diri bangsa Indonesia. Terkesan kita gak bisa mandiri dan berbuat karya yang berkualitas, padahal sebenarnya kita bisa.
Belajar dari Negeri Gingseng, Cintai Produk Dalam Negeri
Tahukah Anda bahwa di negara Korea 99% penduduknya justru lebih bangga menggunakan produk dalam negeri daripada membeli produk luar negeri. Ini berlaku merata mulai dari kalangan masyarakat menengah kebawah hingga kalangan masyarakat menengah keatas. Terlihat dengan mobil-mobil yang mereka gunakan hampir seluruhnya adalah buatan dalam negeri. Tentu saja sebagian dari mereka sebenarnya punya cukup uang untuk membeli mobil eropa, tapi mobil orang Korea 99.99% adalah mobil buatan dalam negeri seperti Hyundai,KIA,Samsung,Daewoo dan Ssangyong.
Saya punya sahabat yang saat ini bermitra dengan perusahaan korea yang ada di Cilegon, Perusahaan Posco bekerjasama dengan PT Krakatau Steel. Menurut sahabat saya, bos-bos Posco tersebut sangat total dalam membela harga diri bangsa mereka. Terbukti dengan mereka lebih memilih menggunakan alat-alat berat merk Hyundai daripada alat berat merk Jepang dalam proses pembuatan pabrik mereka. Padahal, harga alat berat produk Jepang jelas dan nyata lebih murah daripada produk buatan Korea. Tapi, nampaknya mereka bukan mencari “mana yang lebih murah” atau “mana yang lebih berkualitas” tapi sisi nasionalisme mereka dalam membela harkat dan martabat karya bangsa sendiri itu nampaknya sudah sangat melekat dalam benak para bos-bos di PT Posco tersebut.
Perilaku masyarakat yang mencintai produk dalam negeri itulah yang telah membuat Bangsa Korea ini maju begitu pesat. Perusahaan berkembang hingga menjadi perusahaan multinasional karena memang produknya di Negerinya sendiri laku keras. Dengan begitu pabrik lokal semakin banyak berproduksi dan secara langsung dampaknya mampu membuka jutaan lapangan kerja untuk rakyatnya. Sampai-sampai sekitar awal tahun 90-an Korsel kekurangan tenaga kerja sehingga harus mendatangkan tenaga kerja asing. Padahal dulu Korsel juga mengirim tenaga kerjanya ke kawasan timur tengah dan jerman, sekarang malah kekurangan tenaga kerja.
Bagaimana dengan Indonesia ?
Jika saja pemerintah,pengusaha/pemilik modal dan masyarakat bisa bekerjasama maka Indonesia harusnya bisa seperti Korsel yang dapat memenuhi kebutuhan alat transportasi sendiri. Bahkan saya yakin Indonesia bisa menjadi negara adi daya, yang sanggup memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri. Kenapa saya begitu yakin? Karena Indonesia tidak kekurangan orang jenius dan orng kreatif, terbukti kita pernah bisa bikin pesawat terbang kan? (masih ingat IPTN?)
Kemudian dalam hal kreatifitas pengrajin untuk fashion dan aksesoris, Indonesia tidak juga kekurangan tenaga kerja dan bahan-bahan produksi. Di Bandung dan Bogor banyak terdapat pengrajin sepatu handmade lokal yang produknya telah diakui secara kualitasnya. Tinggal memainkan kuantitas dan terjun di pasar samudra bebas. Dengan begitu industri dalam negeri bukan tidak mungkin akan menjadi perusahaan multinasional seperti Korea.
Jika saat ini di Indonesia masih terasa sulit menyediakan lapangan pekerjaan, ya jangan serta merta menyalahkan pemerintah, wong masyarakatnya sendiri aja tidak mendukung produk atau merk lokal. Akibatnya industri dalam negeri menjadi tidak berkembang, dan kalau sudah begini boro-boro kepikiran untuk menambah karyawan, yang sudah ada pun belum tentu bisa dipertahankan. Akibatnya banyak tenaga kerja produktif yang tidak terserap dan angka pengangguran melambung tinggi. Akhirnya pilihan menjadi TKI sebagai buruh rumah tangga pun menjadi pilihan mereka.
Apa yang harus dilakukan untuk mendongkrak produk dalam negeri?
Tunggu pada artikel selanjutnya…