Haloo para enterpreneur muda pembaca setia. Saya doakan omzet dan profit usaha Anda terus meningkat setiap harinya. Oke, kali ini saya akan posting mengenai mindset kaya dan miskin. Tulisan ini terinspirasi dari obrolan sekilas antara aku dan tukang nasi goreng. Mau tau isi pembicaraannya? yuk lanjutin baca. Oiyaa.. ini kisah nyata loh.
Malam dini hari jam 00.40 saya sedang berada di tempat tinggal teman semasa kuliah. Karena perut terasa lapar, akhirnya saya pergi keluar rumah kebetulan di dekat situ ada penjual nasi goreng.
“Mang nasi goreng satu, dibungkus yaah”
“Iya, tapi tunggu sebentar yah..masih ada pesanan 4 bungkus lagi nih” kata pedagang nasi goreng tersebut sambil sibuk memasak.
Wah lumayan masih lama juga nih, pikirku daripada bengong lebih baik melakukan wawancara sederhana tentang usaha nasi goreng kepada praktisinya langsung. hehehe
“Udah berapa lama jualan nasi goreng mang?”
Lalu dia menghentikan sesaat kesibukan memasaknya, matanya melirik keatas sepertinya sedang mengingat sesuatu.
“Emmhh dari kapan yaah..dari tahun 1996 kayaknya, lupa sih gak tau pasti”
“wah udah lama juga yah, pantesan masaknya keliatan ahli banget” sahutku.
“Iya udah lama, udah bosen ini juga..pengen berhenti”
“Loh, kenapa berhenti?” Tanyaku dengan nada penuh rasa penasaran.
“Iyaa soalnya capek juga sih lagian masakan saya gak terlalu enak kok” katanya sambil menambahkan sesendok vetsin kedalam wajan.
“Gak enak?? masa sih? tapi penjualan tiap malem habis terus kan?”
“Yaa kadang habis kadang juga enggak, namanya juga jualan hehehe” katanya sambil tersenyum namun tangannya terus sibuk membolak-balikkan nasi.
“Emang dalam semalam, berapa porsi rata-rata penjualannya mang?”
“Kalo dihitung rata-rata sih sekitar 40-45 bungkus/piring”
WOW..dalam hati saya berdecak kagum loh. Bayangkan saja, satu porsi nasi goreng dihargai Rp 9000 rupiah. Kalau rata-rata ambil paling sedikit terjual 40 porsi, berarti 9000 x 40 = Rp 360.000 rupiah omsetnya dalam satu malam.
Kalau dikali minimal 25 hari kerja maka omset per bulannya adalah Rp 360.000 x 25 = Rp 9000.000, itu kalo dalam hitungan 25 hari kerja, ada libur. Kalo ngitung 30 hari kerja?? Dan kalau menghitung 45 porsi atau lebih? Pasti lebih dari itu kan omsetnya. Ckckck aku cukup kagum dengan usaha mamang nasi goreng. Kira-kira gaji PNS/karyawan sebulannya sampai segitu gak ya?
“waahh aku jadi pengen nih jadi pedagang nasi goreng, soalnya aku emang udah berhenti kerja beberapa bulan yang lalu mang” Ups curhat dikit hehehe.
“Kenapa emangnya? Padahal enak, kerja pasti dibayar tiap bulan sama bos” katanya sambil menuangkan kecap ke dalam wajan.
Lalu dia menyambung lagi perkatannya,
“Kalo saya mah mas, bos nya langsung Allah hehe” katanya tersenyum.
“Nah iyaa mang, sekarang coba pikir deh, lebih terjamin mana digaji sama bos? Atau digaji sama Tuhan langsung hehee?
Setelah tadi sepintas menghitung omset nasi goreng di dalam otak, akupun berpikir bahwa sangat disayangkan dengan potensi usaha seperti itu jika harus berhenti. Lalu aku beranikan diri memberikan masukan kepadanya.
“Mang punya berapa roda? selain disini ada cabang lainnya gak?”
“Enggak sih, cuma ini aja” jawabnya singkat.
“Kenapa gak bikin cabang di tempat lain mang? trus mamang gak usah turun langsung jadi pedagang, rekrut pekerja aja” sambungku dengan nada sedikit menggebu.
Tapi…apa jawaban dari mamang nasi goreng tersebut? tau apa?
Hmmmm jawabannya cukup mengecewakan, benar-benar diluar dugaanku. Ohh hatiku hancur berkeping-keping mendengarnya (huahaha lebay ah. Heup fokus..fokuss)
Dia menjawab seperti ini.
“saya mah gak mau jadi bos, kalo jadi bos itu banyak musuhnya”
Sesaat kening ini mengerut, aku mencoba mencerna lebih seksama lagi perkataannya. Sambil mengulang kata-katanya dan bertanya didalam hati “jadi bos…?? banyak musuh?”
Belum sempat aku mengucapkan pertanyaan agar memperoleh makna yang jelas dari jawaban dia tadi, mamang nasi goreng itu melanjutkan perkataannya.
“Karena itu udah terbukti kemarin mas, waktu saya membeli sepeda motor baru. Ehh ternyata pemilik kontrakan tau. Udah gitu, tarif kontrakannya jadi naik. Padahal dua bulan yang lalu pas BBM naik tuh tarif kontrakan udah naik”
Ohhh aku sedikit paham dengan makna “musuh” yang dikatakannya tadi. Mungkin maksudnya adalah begini, semakin orang itu terlihat kaya maka akan semakin besar pengeluaran. Dan juga semakin banyak pula orang yang menginginkan uangnya. Sepertinya mamang nasi goreng tadi takut kalau dirinya keliatan banyak uang. Apakah dia lebih memilih keliatan miskin asalkan biaya hidup tetap minim?
“Ohh gitu yah mang?” tanyaku sambil terus berpikir.
“iya, makannya saya mah lebih memilih hidup nista tapi bisa mencukupi kebutuhan keluarga sendiri”
What????? Lagi-lagi, kata-kata mamang nasi goreng ini memaksaku berpikir lebih cermat. “Nista” apa maksud kata-kata itu coba? dalam hati saya bertanya, kok ada yah orang yang lebih memilih hidup “nista” daripada hidup mulia.
Sebenarnya aku ingin bertanya, pemahaman “nista” menurut dia itu seperti apa?? karena menurutku nista itukan “hina”. Tapi ahhh sudahlah, ku urungkan saja niatku, takutnya membahas lebih dalam malah menyinggung perasaannya. Lagian pesanan nasi goreng juga udah beres.
Aku berpikir bahwa Mamang nasi goreng ini sebenarnya punya potensi untuk berkembang lebih maju, lebih sukses, berpeluang besar untuk mengembangkan bisnisnya, merekrut karyawan, berperan dalam mengurangi pengangguran dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga bahkan bagi orang lain disekitarnya. Tapi apalah daya, mentalnya sudah memilih untuk hidup seadanya dengan pengertian “cukup” menurut versi dirinya.
Padahal agama Islam sangat mengedepankan masalah tanggung jawab sosial. Contoh kecil dan sederhana, Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa jangan sampai tetangga di sekitar rumah kita ada yang kelaparan atau kesusahan. Kita harus memastikan sekeliling kita, apalagi keluarga kita, harus dalam keadaan sejahtera secara finansial. Bahkan radiusnya adalah 40 rumah di sekeliling tempat tinggal kita cuy!
Dengan kita memiliki banyak harta, banyak pula hal yang bisa kita lakukan untuk keluarga, masyarakat dan pada akhirnya untuk beribadah. Kalau Anda muslim/muslimah, coba cek deh rukun Islam yang ke-5, masih inget? Yaa tentu masih donk dan jangan sampai lupa.
Rukun ke – 5 itu naik haji, dan ongkos naik haji itu gak murah looh. Setelah kita bisa naik haji pun, coba cek, keluarga kita terutama orang tua. Udah pernah haji atau belum? Kalau belum yaa itulah tugas kita untuk memberangkatkan mereka. Jadi? Masih mau berpikir hidup seadanya? Mohon dicatat bahwa hidup itu memang harus apa adanya, tapi bukan seadanya (apalagi mengada-ada hehe).
Jadi, pada akhir tulisan ini aku berkesimpulan bahwa KAYA atau MISKIN itu adalah pilihan. Pilihan dari kekuatan visi hidup, pilihan yang dipengaruhi oleh kekuatan mental, mental yang dilandasi nilai spiritual tentunya. Seperti di tengah dialog aku dan tukang nasi goreng diatas.
“lebih terjamin mana… digaji sama bos? Atau digaji sama Tuhan langsung?”
Ahh sudahlah… aku mau makan nasi goreng dulu sekalian makan sahur. Semoga menginspirasi.
Eh lupa, tadi nasi gorengnya udah bayar apa belum yah ???? hihiihi
================================================